Komnas HAM Minta Polisi Dalami Info Anak SMA Huni Kerangkeng Bupati Langkat Karena Sering Bolos

Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam meminta kepolisian mendalami informasi yang didapatkan pihaknya mengenai adanya dua anak yang masih duduk di bangku SMA berusia sekira 16 atau 17 tahun menjadi penghuni kerangkeng Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin. Anam mengatakan berdasarkan informasi anak tersebut dipekerjakan di pabrik. Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers yang ditayangkan di kanal Youtube Humas Komnas HAM RI pada Rabu (2/3/2022).

"Salah satunya masuk karena sering bolos sekolah. Ada yang juga masuk gara gara geber gas (kendaraan bermotor) ketika berpapasan dengan saudara TRP (Terbit Rencana Peranginangin) jadi langsung dimasukan ke kerangkeng tersebut," kata Anam. Anam mengatakan, informasi tersebut didapatkan pihaknya di akhir proses pemantauan dan penyelidikan kasus kerangkeng manusia di rumah Terbit. Sehingga, lanjut dia, pihaknya belum sempat mendalami informasi tersebut lebih jauh.

"Kami mendapatkan informasi itu anaknya ada dua kurang lebih, apakah sama atau satu orang, kami belum sempat mendalami karena ini memang di proses terakhir dan nanti secara spesifik kami akan rekomendasikan kepada pihak kepolisian untuk mendalami," kata Anam. Komnas HAM pun mengungkap ada praktik kerja paksa terhadap para penghuni kerangkeng tersebut. Hal itu tercermin dari jenis pekerjaan disertai ancaman baik langsung maupun tidak langsung ataupun hukuman dalam melakukan pekerjaan tersebut.

Selain itu, kata Anam, tidak adanya kesukarelaan dalam melakukan pekerjaan yang tercermin dalam salah satunya di antaranya tidak melakukan upah dan penahanan fisik yang dialami. "Jadi praktik kerja paksa ini ada. Indikatornya ya ada ancaman baik langsung maupun tidak langsung, kalau tidak bekerja juga dapat hukuman, juga tidak ada konteks kesukarelaaan, tidak ada kemerdekaan pribadi untuk melakukan konsen, apalagi ini rata rata orangnya dewasa," kata Anam. Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI Endang Sri Melani menjelaskan tim menemukan dari berbagai keterangan dari para penghuni, para penghuni tidak hanya bekerja di pabrik maupun di kebun sawit milik Terbit tapi juga ada pekerjaan lainnya yang memang di luar pekerjaan inti dan tidak memiliki skill.

Pekerjaan tersebut antara lain mengelas, juru parkir, membersihkan ruang pabrik, mengangkut buah sawit, dan membersihkan peralatan ataupun lainnya. "Bahkan, para penghuni juga dijadikan sebagai buruh bangunan untuk pembangunan rumah TRP (Terbit Rencana Perangin Angin) termasuk di antaranya menguruk tanah di sekitar lokasi kerangkeng," kata Melani. Terkait keberadaan pabrik pengelolaan sawit maupun kebun sawit, kata Melani, pabrik tersebut tercatat atas nama PT Dewa Rencana Peranginangin yang diketahui milik Terbit dan keluarganya.

Pabrik tersebut, kata dia, merupakan salah satu tempat bekerja bagi para penghuni dari mulai pagi sampai sore hari. Pekerjaan yang dilakukan penghuni di kerangkeng di antaranya mengelas, mensortir, menjadi juru parkir, cuci mobil, dan lainnya. Selain itu, kata dia, tim juga memiliki informasi bahwa para penghuni tidak hanya dipekerjakan di kebun sawit milik Terbit tetapi juga di kebun sawit milik orang lain.

Para penghuni, kata dia, juga tidak diberikan upah dari pekerjaannya dan hanya diberikan extra fooding atau tambahan berupa makanan atau uang untuk membeli makanan ringan. "Para penghuni tidak bisa menolak untuk tidak bekerja karena mereka takut dan juga rentan mendapatkan kekerasan dari pengurus kerangkeng," kata Melani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *